Sabtu, 27 April 2019

Tragedi Telur dan Pesawat

Lama nggak jumpa! Akhirnya, setelah ujian tahfidz kelar, bisa posting juga (Ini gara-gara siapa, coba?!). Oke, lupakan. Akibat efek kegabutan Najiyah (atau Kumiko? Entahlah.), akhirnya terciptalah cerpen gaje dan nggak nyambung ini. Hore~ (eh?!)
####
"Arkan, tolong belikan telur di rumah Bu Sinta!" Terdengar seruan ibuku yang tengah masak di dapur.

Kala itu, aku tengah asyik membaca buku yang menjelaskan tentang 101 keistimewaan kerbau(?) di ruang tengah. Bisa saja aku menolak. Tapi, mengingat ibuku akan memasak telur mata sapi kesukaanku, tentu saja aku menurut.

"Iya, Bu." Jawabku pendek.
####
Sampailah diriku di rumah Bu Sinta. Kebetulan, Dwiki, keponakan Bu Sinta, adalah sahabat sekaligus teman sekelasku di kelas VIII-B SMP.

"Ah, kebetulan sekali kau datang, Arkan," kata Dwiki. Kebetulan dirinyalah yang mejaga tokonya. "Adikku sedang merengek terus dari tadi. Ia daritadi rewel karena pesawat kertasnya tidak bisa terbang meliuk-meliuk. Jadi tolong..."

"Tolong jelaskan padanya?" Tanyaku menebak lanjutan kalimatnya. Aku menghela nafas panjang. Padahal tujuanku kesini hanya untuk beli telur. Kenapa aku harus mengajari adiknya. Kenapa bukan Dwiki yang sangat jenius ini yang menjelaskan hukum fisika pada pesawat kertas itu. Sesaat aku lupa, kalau nilai motoriknya sangat payah.
####
"Yay! Sudah jadi!" Seru adik Dwiki, Ryan. Sepertinya rewelnya sudah hilang sejak tadi.

Ryan pun hendak menguji coba pesawatnya. Karena berhasil, ia terpikirkan sesuatu yang tidak pernah kukira sebelumnya. Ia mengambil beberapa butir telur dan berkata, "baiklah, setelah proses uji coba, pesawat siap dinaiki penumpang!"

Aku tersentak kaget. Kenapa ia nekat menguji pesawat kertas dengan 'penumpang'? Pakai telur lagi. Bagaimana kalau Bu Sinta....

Tunggu...

Sesaat kemudian, barulah aku menyadari kalau telur yang ia ambil asalnya dari kresek putih yang diletakkan diatas meja. ITUKAN TELUR YANG TADI KUBELI?! WAAAA!!! "Ryan, janga-"

BCAKK!!

Nasib telurku (dan diriku) kini sangatlah buruk.
####
"Hmmm..... jadi begitu." Kata Ibu setelah mendengar kronologi kejadiannya. "Oke, kalau begitu Arkan nggak ibu hukum."

Aku bernafas lega. Kupikir, Ibu akan memarahiku. Ternyata tidak. Alhamdulillah....

"Tapi, jangan harap Ibu akan buatkan telur mata sapi kalau kau tidak beli sendiri." Kata Ibu seraya meninggalkanku menuju dapur.

Aku hanya bisa pundung di tempat setelah ibu menyelesaikan kata-katanya.

2 komentar:

  1. Haduh Ryan Ryan *tepok jidat* wkwkwk.. Sini kakak buatin telur mata sapinya kkk~ bagus deek, kembangin ya skill nulis cerpennya^^

    BalasHapus
  2. Bagus ceritanya kak (˶′◡‵˶)b

    BalasHapus